The Mirror Site

Cerita dari sudut Samboja

Suwardi namanya, lelaki paruh baya ini memulai usahanya sebagai pengrajin tempe. Rumahnya terletak di desa Wonotirto, tak jauh dari kawasan Samboja Lestari. Keberadaan orangutan di pusat reintroduksi Yayasan BOS-Samboja, membuatnya beralih profesi menjadi pembuat susu kedelai.

Pak Suwardi menjadi pengrajin tempe sejak tahun 1990 hingga 2004. Usahanya sempat mengalami kerugian besar-besaran di tahun 2000-an. Menurut cerita Pak Suwardi, ia bahkan sampai harus berutang kesana kemari, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dan mempertahankan usaha tempenya yang terseok-seok. Hingga pada akhir tahun 2004, seorang teman yang juga langganan tempe buatannya, mengenalkannya kepada salah satu staf Yayasan BOS (dahulu Wanariset Samboja di KM 38). Disitulah titik balik kehidupan perekonomian keluarga Pak Suwardi berangsur-angsur mulai membaik.

Awalnya Yayasan BOS, hanya meminta pasokan tempe, dan dibayarkan setiap 2 minggu sekali. Selama 1.5 tahun, Pak Suwardi terus menyuplai tempe untuk Yayasan BOS. Sampai pada suatu hari, Pak Suwardi diminta untuk membuat susu kedelai, tanpa pikir panjang, beliau pun menyanggupinya. Awalnya susu kedelai yang dibuat oleh Pak Suwardi hanya 30 liter per harinya. Di Yayasan BOS, susu tersebut diberikan kepada beruang madu. Kemudian pada tahun 2006, gudang buah yang tadinya bertempat di KM 38, berpindah tempat ke KM 35. Koordinator gudang buah saat itu, menyarankan bagaimana jika orangutan yang ada di pusat reintroduksi Yayasan BOS juga diberi minum susu kedelai. Pak Suwardi diminta untuk menyuplai susu kedelai sebanyak 100 liter per 2 hari, suplai ini terus berjalan selama 1.5 tahun. Kemudian seiring dengan bertambahnya orangutan yang masuk ke pusat reintroduksi Yayasan BOS, maka Pak Suwardi diminta untuk memasok lebih banyak lagi.

Saat ini, susu kedelai yang dipasok oleh beliau per 2 harinya adalah 250 liter untuk orangutan dan 50 liter untuk beruang. Menurut keterangannya, dibutuhkan sebanyak 35 kg kedelai untuk membuat susu sebanyak 300 liter tersebut. Pembuatan susu kedelai memakan waktu selama 3 jam. Dari sejak jam 3 dini hari Pak Suwardi memulai kegiatannya membuat susu kedelai, dibantu oleh istri dan keempat anaknya. Susu kedelai tersebut dikemas ke dalam jirigen 20 liter, kemudian beliau mengangkutnya dengan menggunakan motor. Bisakah anda bayangkan, sebanyak 15 jirigen dinaikkan dan diikat sedemikian rupa pada motor yang biasa ia gunakan untuk mengantar susu ke Yayasan BOS. Tidak sekali dua kali, Pak Suwardi jatuh dalam perjalanannya mengantar susu ke lokasi Samboja Lestari. Motornya yang kecil memang tidak kuat menampung beban seberat itu, sesekali Pak Suwardi harus berhenti mengendarai motor, kemudian membetulkan ikatan yang kurang kencang atau lepas.

Namun, berkat kerja kerasnya, saat ini Pak Suwardi sudah menggunakan mobil untuk mengantarkan susu. Sedikit demi sedikit uang hasil penjualan susunya ia kumpulkan, untuk membeli mobil. “Saya bersyukur sekali selama 6 tahun ini bisa bekerjasama dengan Yayasan BOS, saya hanya memasok susu untuk BOS, tidak ke tempat lain lagi, Mba”, ujar pria kelahiran Solo, 47 tahun lalu tersebut. Pak Suwardi sangat berterimakasih kepada Yayasan BOS yang memberinya kepercayaan selama 6 tahun ini. “Alhamdulillah saya bisa menyekolahkan anak saya yang pertama Mba, di Universitas Balikpapan”, tambahnya.

Ia sungguh tak pernah menyangka, kehidupannya yang dulu serba sulit kini berubah 180 derajat. Baginya, Yayasan BOS adalah kehidupannya, ia sukses karena Yayasan BOS. Pak Suwardi hanyalah satu dari segelintir orang yang memiliki peran kecil namun penting bagi kelangsungan program Yayasan BOS. Orang seperti Pak Suwardi, menyokong kegiatan Yayasan BOS, sehingga visi Yayasan BOS dapat tercapai, yaitu terwujudnya kelestarian orangután dan habitatnya bersama peran serta masyarakat. [shf]

Leave a comment